Namaku Aha, sapanya ketika dia memperkenalkan dirinya pada saya pertama kali. Usia Aha sekitar 36 tahun. Aha sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki berusia sekitar 3 tahunan. Istrinya seorang pendidik yang manis. Saat bertandang ke rumah Aha, saya diperkenalkan pada istrinya, saya sangat terkesan dengan keramahan istri Aha, murah senyum, ramah, so smart, dan keibuan. Tak lama kemudian muncul anak mereka, anaknya lucu, lincah, tampan, dan pemberani, orang-orang pasti gemes kalau melihatnya.
Keluarga Aha tergolong keluarga yang harmonis dan saling memperhatikan. Secara finansial, keluarga Aha dapat digolongkan ke dalam kategori ekonomi menengah, tidak kaya dan juga tidak miskin. Sebagai seorang suami, ayah, dan kepala keluarga, Aha berperanan sangat baik. Ia sangat sayang dan perhatian sama istri dan anaknya, bahkan hubungan Aha dengan anaknya itu sangat dekat dan akrab, dan Aha mampu memenuhi segala kebutuhan nafkah keluarganya hingga tak kekurangan.
Namun di balik itu semua, Aha mempunyai satu pertarungan yang tak pernah bisa ia lepas dalam dirinya. Pertarungan itu membuat ia frustrasi jika sedang dalam kesendirian. Setiap saat Aha bertarung dengan dirinya yang lain. Ia merasa punya dua kepribadian, kepribadian untuk mencintai dan menyayangi wanita, serta kepribadian untuk disayangi, dicintai, dan dimanjai oleh pria. Aha sudah berusaha mengalahkan rivalnya itu, tapi tetap tak berhasil, setiap memandang atau bertemu dengan seorang pria, apalagi yang tampan, atletis, dan berwibawa, Aha akan panas dingin, jantungnya berdebar-debar, dan terus membayangkan pria itu hingga sampai rumah dan peraduan, bahkan membayangkan pria itu dalam pelukannya. Meski ia berusaha menepis bayangan itu, tetap saja tak berhasil. Aha menyimpan rahasia ini untuk dirinya sendiri, keluarga dan teman-temannya tak ada yang tahu. Aha berusaha tampil semaskulin dan se-straight mungkin untuk menutupi anomali psikologis ini.
Mengapa Aha sampai seperti ini? Dalam pertemuan dua mata dengan Aha, ia membeberkannya dengan jujur dan gamblang. Ingatan Aha menerawang saat ia masih usia balita. Waktu itu Aha seorang anak yang lucu dan disukai banyak orang. Aha berteman akrab dengan tetangga sebelah rumahnya, seorang bapak berusia sekitar 50 tahunan. Bapak itu termasuk keluarga dekat Aha, ia memanggil beliau dengan sebutan opung (dalam bahasa Batak, yang berarti kakek), sedang orang tua Aha memanggil bapak tersebut dengan sebutan amangboru. Bapak itu pensiunan salah satu angkatan, Orangnya berwibawa, keras, straight, suka berkelakar dan tertawa, dan selalu ramah dan suka bercanda dengan anak-anak. Demikian pula istri dan anak laki-laki bapak itu, juga ramah terhadap orang lain. Namun, Aha lebih senang berteman dengan bapak itu karena selalu diajak bercanda. Dalam usia pensiun itu, bapak tersebut membuka usaha kos-kosan khusus untuk mahasiswa dan pekerja di rumahnya. Orang-orang yang nge-kos di tempat bapak itu umumnya pria, mereka tinggal dalam satu rumah atau paviliun bertingkat satu. Aha juga sangat senang bermain di paviliun itu, karena abang-abang yang ngekos di situ senang bermain dengan Aha dan mengajaknya bercanda.
Dalam kesehariannya, si bapak senang mengenakan kain sarung semata. Tubuh gempalnya ia biarkan terbuka tanpa baju, karena ia selalu kegerahan karena lemak di tubuhnya. Di suatu sore, ketika berada di rumah si bapak, Aha bermain seperti biasanya, bercanda dengan beliau sambil tertawa-tawa. Kala itu, keadaan rumah si bapak sangat sepi, istrinya pergi mengaji sedang anaknya pergi kuliah dan belum kembali. Ketika berada di dapur, tiba-tiba si bapak membuka kain sarungnya, di depan Aha. Aha pun menyaksikan alat kelamin si bapak yang mengeras. Aha disuruh memegang-megang alat kelamin itu oleh si bapak, kemudian Aha dibujuk untuk melakukan sex oral. Aha pun menuruti keinginan si bapak tanpa prasangka negatif dan tak tahu maksudnya apa. Aha cuma bisa tertawa-tawa kala itu, karena dia mengira perbuatan itu sebagai salah satu bentuk permainan baru dari sang bapak. Kejadian itu berulang dua kali hingga Aha tersedak dan terbatuk-batuk, dan bapak itu pun menghentikan perbuatannya. Meski kejadian sore itu tak pernah berulang kembali tapi si bapak selalu menunjukkan “benda” di balik kain sarungnya itu pada Aha.
Kejadian itu memang berlalu dan terlupakan begitu saja, namun kala menanjak remaja, Aha mulai terbayang-bayang tentang peristiwa itu, bayang-bayang itu tak begitu jelas gambarannya atau samar-samar tapi terus menghantuinya, bahkan Aha merasakan sensasi dari peristiwa itu dan membuat Aha ingin mengulanginya kembali hingga ia dewasa. Aha juga mengakui, dalam ingatannya, sebenarnya ada beberapa peristiwa yang hampir mirip. Selain dengan sang bapak, perbuatan yang mirip juga dilakukan oleh sang anak dan salah seorang mahasiswa yang nge-kos di rumah sang bapak tersebut, namun hanya sebatas disuruh pegang-pegang alat kelamin mereka. Tapi perbuatan itu turut mempengaruhi perkembangan seksulitas Aha di masa dewasanya kelak. Kejadian masa kecil itu membuat Aha menyukai sesame jenisnya.
Pengalaman seks Aha dengan sejenis dialami pertama kali saat ia duduk di bangku kelas 5 SD (sekolah dasar). Seks semacam itu ia lakukan bersama teman bermainnya di rumah, yang tinggal bersebelahan dengan rumah Aha. Kala itu ia lakukan di samping rumah yang sepi dan gelap. Aha menceritakan pengalaman pertamanya itu pada saya. “Aku begitu menyukai permainan itu, aku ciumi kemaluan sobatku itu, dan (maaf) aku oral sampai ia keenakan. Waktu itu, aku tiduran di pahanya, dan ia tidak mengenakan celana dan baju, jadi aku puas menikmati “burung”nya.” tutur Aha jujur sambil tersenyum malu. Perbuatan ini ia lakukan berulang-ulang bersama dua temannya yang lain dalam waktu dan tempat yang berbeda, kebanyakan dilakukan di luar rumah ketika bermain bersama-sama.
Ketika beranjak remaja, di bangku SMP hingga SMA, Aha tak pernah melakukan perbuatan semacam itu lagi, paling ia hanya mengkhayalkan teman-teman yang ia sukai atau pria-pria yang ia temui di jalan atau para aktor yang ia kagumi. Hubungan sesama jenis hanya ia lakukan lewat koneksi internet di dunia maya, dan hanya sebatas email-emailan. Secara fisik, hubungan sejenis kembali terjadi sekitar tahun 1998, saat Aha merantau ke Jakarta. Di ibukota itu, ia berkenalan dengan seorang mahasiswa kedokteran hewan di perguruan tinggi terkenal di Bogor, yang ia kenal lewat internet. Saat kopi darat, Aha diajak mampir ke kosan teman barunya itu, di sanalah hubungan badan Aha pertama kali terjadi.
Sejak itu Aha mulai mencari dan penasaran dengan pengalaman pertamanya itu, karena menurut Aha, sensasinya luar biasa. Meski tak membabibuta, namun Aha kerap bertemu dengan orang-orang sejenis walau tak diakhiri dengan hubungan badan. Hubungan badan dengan sejenis baru terjadi kalau Aha benar-benar menyukainya, jadi bisa dihitung dengan jari. Ia mengaku sekitar 6 orang pria yang pernah menggaulinya, dan tak lebih. Kini, Aha berusaha konsen dengan keluarganya, karena menurutnya tak baik jika dunia seperti itu terus dilakoni, apalagi bagi pria berumah tangga. Meski masih sesekali bertemu dengan orang-orang sejenis namun hanya sebatas berteman dan bertukar pikiran.
0 comments:
Post a Comment