....
Saat berusia 4 tahun, ditengah-tengah lingkungan masyarakat yang akrab satu dengan yang lainnya, saya mengalami pengalaman buruk dan yang akhirnya merusak masa-masa remajaku. Ceritanya berawal ketika saya sedang bermain bersama-sama dengan beberapa teman dekat rumah, seorang remaja lelaki datang mendekati dan mengajak saya untuk berhubungan seks dengannya. Saya tidak tahu apa artinya seks sehingga saat itu dengan mudah saya menyetujui ajakan binalnya. Rasa ingin tahu sebagai seorang anak kecil tentunya membuat saya tidak melakukan pemberontakkan selama melakukan aktivitas seksual dengannya. Bahkan gilanya lagi, saya justru merasakan kenikmatan yang belum pernah dirasakan. Remaja itu tidak sampai menyodomi saya (penetrasi penis ke lubang dubur saya. red.).
Dasar anak-anak, jika merasa keenakan tentunya ingin menikmatinya lagi. Hampir setiap hari kami berdua melakukannya dengan rasa saling suka. Teman-teman sebaya tidak mengetahui aktivitas dosa antara saya dengan si remaja itu. Semakin lama, semakin saya merasa terikat dan ketagihan dengan kenikmatan yang didapatkan. Saya pun tidak merasa malu atau sungkan untuk mengajaknya duluan. Mengenang sejarah buruk ini membuat saya terheran-heran sendiri. Tidak habis pikir, kok bisa si balita mengenal seks begitu dalam. Sungguh aneh bukan??
Suatu ketika, ayah saya diusir dari pekerjaannya. Hal ini mengakibatkan keluarga kami harus mencari tempat tinggal baru yang memungkinkan untuk membuka usaha baru. Akhirnya sampailah orang tua saya waktu itu pada keputusan untuk tinggal di sebuah ruko (rumah toko red.) yang lebih besar dan luas. Karena keterikatanku dengan seks dini, perpindahan ini membuat saya tidak dapat menemukan pasangan atau orang yang bisa diajak untuk saling memuaskan hasrat seks. Jatuhlah saya pada aktivitas seks lainnya, yaitu melakukan onani/masturbasi. Anda mungkin tidak dapat membayangkan dengan jelas bagaimana seorang anak TK bermain-main dengan alat kelaminnya sendiri untuk mendapatkan kepuasan atau kenikmatan seks.
Bertahun-tahun saya tidak bisa lepas dari ketagihan masturbasi, sehingga akhirnya saya mulai berpikir untuk mencari cara yang lain supaya bisa merasakan kenikmatan lebih. Pikiran jahat ini menuntun saya untuk mengajak adik kandung sendiri. Saya tidak menjadi kakak yang memberi teladan yang baik tetapi justru mengajak adik sendiri jatuh dalam dosa. Reaksinya ketika diajak melakukan hal yang tidak senonoh itu hampir sama dengan reaksiku saat seorang remaja mengajak melakukannya untuk pertama kali. Tidak ada penolakan sebaliknya kami dapat menikmatinya bersama. Dan aktivitas ini kami lakukan hampir setiap hari. Benar-benar aneh!
Entah kenapa, suatu saat ketika saya mengajaknya, ia sudah mulai menolak dan tidak ingin melakukannya lagi. Halangan ini mendorong saya untuk melakukan masturbasi lagi sampai kelas 1 SMP. Memasuki usia remaja ini, saya mulai mengenal teknologi internet yang membuka wawasan seks dan pornografi lebih luas. Sering sekali saya menghabiskan waktu berjam-jam dengan komputer yang terkoneksi internet untuk mengakses situs-situs porno yang membangkitkan gairah. Situs porno yang saya akses adalah situs kaum 'gay/homo' karena saya kecanduan dengan segala hal yang berbau homoseks. Setahun kemudian, saya menyadari hal yang aneh dengan diri sendiri. Sementara teman-teman saya menyukai lawan jenis sedangkan saya malah tertarik dengan kaum pria.
Rasa cinta pertama ini jatuh kepada seorang pria tetangga rumah saya. Perawakannya yang ganteng membuat ia menjadi idola banyak wanita. Dan ternyata saya sendiri juga adalah salah satu yang menggemarinya. Menyadari saya ada dalam posisi yang tidak benar, saya berusaha memberontak dengan pemikiran sendiri. Saya berusaha untuk tertarik dengan wanita. Namun selalu saja gagal. Semakin saya mencoba, justru selalu semakin gagal. Walaupun saya melihat reaksi si wanita sudah menunjukkan tanda-tanda membalas rasa tertarik saya itu.
2 tahun kemudian, saya akhirnya untuk pertama kalinya berpacaran dengan seorang wanita. Hubungan ini membuat saya berpikir bahwa saya telah bebas dari rasa bersalah. Ternyata pikiran saya itu tidak benar, hanya 2 bulan saja saya bisa mempertahankan hubungan dengan si wanita tadi. Jujur saat itu saya menangis, bukan karena kehilangan pacar tapi karena melihat diriku tetaplah seorang gay. Sejak saat itu, banyak dari waktu-waktu saya jalani dengan kesedihan karena melihat kepribadianku yang tidak normal.
Pengalaman-pengalaman buruk ini terus berlangsung. Dan anehnya, orang tua saya sendiri tidak mengetahui perkembangan anaknya sendiri. Ayah saya seorang yang selalu sibuk bekerja setiap hari dan ibuku seorang penjudi berat. Tidak ada belaian kasih sayang atau perhatian dari mereka kepada saya. Merasa capek dengan hidup yang tidak benar ini membuat saya pasrah. Saya tidak lagi mengandalkan kekuatan dan pikiran sendiri untuk lepas dari ikatan dosa homoseks.
....
Source: Jawaban.com
0 comments:
Post a Comment