Monday, May 26, 2008

Apa dan Bagaimana Homoseksualitas

Homoseksual adalah ketertarikan seksual kepada sesama jenis dan sekalipun kata itu juga ditujukan untuk sesama jenis laki-laki ada kata yang lebih pas yaitu `Gay' (di Indonesia diplesetkan menjadi `Gaya' seperti paguyuban `Gaya Nusantara' dan paguyuban Lambda Indonesia menerbitkan majalah `Gaya Hidup Ceria') sedangkan untuk sesama jenis perempuan ada kata khusus `Lesbi(an)'. Kinsey (1948) membahas soal ini yang dibaginya menjadi homoseksual predominan yang masih melakukan hubungan hetero di samping homo maupun homoseksual eksklusif yang hanya melakukan hubungan homo.

Masalah homoseksual makin mencuat setelah tokoh-tokohnya berani membicarakannya secara terbuka, apalagi ketika Kinsey melaporkan bahwa pelaku homo dilakukan lebih dari 10% penduduk, angka mana kemudian disebarkan oleh Harry Hay pelopor gerakan `civil right'
yang membela kaum homo. Kenyataannya angka itu terlalu dibesarkan, sebab para peneliti menemukan angka-angka yang lebih kecil. Kinsey sendiri kemudian lebih detil menyebut mereka yang benar-benar homo tidak sampai 4% dan Magnus Hirschfield yang meneliti di tahun 1903-1904 menghasilkan angka 2,3%. Gay Youth Survey di USA menghasilkan angka 1,5% dari seluruh murid, dan angka itu di Kanada besarnya 2%. Penelitian US Cancer Institute's Laboratory of Bio Chemistry (1993) menyebut angka 2% juga, tetapi Allan Gumacher Institute pada tahun yang sama hanya menghasilkan angka 1,3% dalam tingkat nasional.

Di Indonesia, Dede Oetomo, tokoh gaya Nusantara, memperkirakan di Indonesia jumlahnya 1% dariseluruh penduduk (Gatra, h. 30). Angka yang dipercaya umum adalah di antara 1 s/d 3% jumlah penduduk mempunyai orientasi homoseksual. Kasus homo menjadi topik pembahasan, apakah perilaku homo itu merupakan faktor keturunan ataukah pengaruh lingkungan seperti penyakit sosial pemerkosaan, kecanduan, promiskuitas dll..

Goldenson dalam tulisannya mengenai `Homosexuality' dalam `The Ensiclopedia of Human Behaviour: Psychology, Psychiatry, and Mental Health' menyebut dugaan penyebab yang bersifat `konstitusional' (genetika, perbedaan kromosom, keseimbangan hormonal) dan `psiko-sosial' (pengalaman seksual dini, hubungan kekeluargaan kacau, kontak sosial), dan dari keduanya ia menyebut bahwa penyebab genetis masih merupakan hipotesa sedangkan penyebab psiko-sosial sudah banyak buktinya.

Victor Tanya dalam tulisannya `Penyakit AIDS dan Tugas Pengembalaan Gereja' mengutip laporan badan seksual Amerika Serikat `Sexuality & Man' menyebutkan bahwa homo bukanlah bakat lahirian tetapi disebabkan pengaruh luar seperti rumah tangga pecah, pendidikan yang repressif, kesulitan menyesuaikan diri, atau pengalaman pahit semasa kecil. Sekalipun kenyataan menunjukkan bahwa faktor pengaruh lingkungan sangat dominan dalam membentuk perilaku homo, untuk mencari pengakuan, kaum homo terus berusaha untuk mencari alasan genetis, apalagi ditengah masyarakat liberal, permissive yang menganut etika situasi, maka dengan alasan hak azasi manusia usaha itu terus digulirkan.

Masalah homoseksual bukan sekedar antitesa dari heteroseksual, tetapi masalah yang cukup serius dibicarakan dan diakui kalangan `Gay' sendiri adalah kebiasaan berganti-ganti pasangan yang sangat tinggi kalau tidak diakui sebagai semuanya. Hubungan yang tidak alami dan dipaksakan biasanya menimbulkan lecet dan seringnya berganti-ganti pasangan cenderungan mempertinggi resiko penularan AIDS. Dan lebih lagi perilaku homo yang secara internal tidak stabil dan beresiko konflik batin, secara eksternal juga mengalami tekanan opini masyarakat, menyebabkan ketergantungan para homo pada obat-obat penghilang stress dan narkoba sangat tinggi, dan penggunaan jarum suntik yang dipakai bersama cenderung memperluas korban AIDS. Data pasien AIDS di Amerika Serikat (1986) menunjukkan data kelompok pasien homo/biseks 65%, pengguna obat suntik 17%, homoseks & suntik 8%, hemofili 1%, penerima transfusi 2%, heteroseksual 4%, dan lainnya 3%. (CA Carne, AIDS, 1990, h.5-6).

Data tahun 2002 menyebutkan angka yang tidak jauh dari itu. Wisconsin Dept of Health and Family Services mengeluarkan data penyebab HIV/AIDS dari 4.371 pasien pengidap HIV/AIDS dari tahun 1982 s/d 31 Maret 2002, sbb.: Hubungan sesama jenis pria 68,3%, Obat suntik 12,9%, Homo & pengguna suntik 8%, Hemophilia 2,1%, Heteroseks 3,4%, Transfusi darah 0,7%, Ibu pengidap HIV/AIDS 0,6%, dan Resiko lain 4%. Angka-angka di atas memang kemudian begeser. Secara nasional di USA angka itu di tahun 2001 adalah: homoseks 45,7%, pengguna obat suntik 24,9%, homoseks & suntik 6,4%, hemofili 0,7%, penerima transfusi (1,1%), heteroseksual 11,2%, dan lainnya (10%).

Ini dapat dimaklumi bahwa kelihatannya Wisconsin lebih konservatif dimana angka promiskuitas di kalangan hetero rendah di banding rata-rata nasional, namun di negara bagian lain kelihatannya angka heteronya yang mengidap AIDS lebih tinggi karena dalam masyarakat yang makin permissive, banyak homo juga bisex dan banyak pria yang kawin tertular perilaku homo dan menjadi bisex pula apalagi ditambah prostitusi sehingga menularkan kepada isterinya, ini menyebabkan angka hetero naik dan angka penderita wanita juga naik. Di Wisconsin angka penderita karena tertular melalui jarum suntik cuma 12,9% dari 4.371 penderita laki, dan rata-rata di Amerika penderita HIV karena jarum suntik 13,8% dari 170.094 kasus tetapi penderita AIDS karena jarum suntik 24,9% dari 807.074 kasus.



Fakta kebanyakan menyebut angka penyebab AIDS paling tinggi terdapat di kalangan mereka yang melakukan hubungan seksual sesama jenis dan kemudian disusul pengguna narkoba suntikan, baru disusul hubungan seksual hetero, dan kemudian di susul penyebab lainnya. Sebuah rantai sekitar homo yang tidak mudah diatasi sekedar dengan alasan hak azasi manusia. Kasus kematian Freddy Mercury dan Rock Hudson karena perilaku homo dan penyakit AIDS menunjukkan betapa masalah homoseksual dan AIDS merupakan tragedi kemanusiaan yang harus dipecahkan baik secara fisik, medis, sosial maupun spiritual.

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More